Nusantara

DPR Dorong Negara Islam di IPU Miliki Sikap Sama Soal Kedaulatan Negara untuk Palestina

Jenewa (24/10) – Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Rofi Munawar mendorong agar negara-negara yang tergabung dalam kelompok negara Islam (Islamic Group) di Inter-Parliamentary Union (IPU) memiliki sikap yang sama dalam prinsip kedaulatan negara dari intervensi asing, khususnya yang menyangkut persoalan Negara Palestina.

Hal itu disampaikan Rofi lantaran parlemen negara-negara Islamic Group di IPU yang juga merupakan anggota Parliamentary Union of Islamic Countries (PUIC), secara faktual saat ini memiliki usulan yang berbeda-beda terkait Resolusi Darurat (emergency item).

Rofi mencontohkan, perbedaan pemahaman Resolusi Darurat tersebut seperti yang tampak dari tiga negara sesama anggota PUIC, yaitu Suriah, Maroko, dan Arab Saudi, meskipun secara substansi memiliki persamaan pemahaman.

“Ketiga negara ini mengajukan resolusi darurat dengan motif berbeda-beda. Tetapi ada satu garis besar yang sama, yakni isu mengenai kedaulatan, dan ini harus jadi kata kunci. Dan agenda terpentingnya terkait  kedaulatan Palestina,” jelas Rofi saat menghadiri pertemuan Islamic Group di  IPU Assembly and related meetings, ke-35, di Jenewas, Switzerland, Senin (24/10).

Rofi menjelaskan, DPR RI mendorong agar isu kedaulatan menjadi penyatu beragam pandangan dari negara-negara grup PUIC tersebut. Rofi bahkan siap untuk melobi lebih lanjut untuk mengkombinasikan isu kedaulatan dengan tantangan kemanusiaan yang saat ini dihadapi dunia.

“Dengan demikian, DPR RI berharap isu ini diharapkan mendapatkan dukungan lebih luas dari sekitar 160 parlemen anggota IPU,” tegas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VII ini.

Lebih lanjut, Rofi menjelaskan, bahwa Suriah memiliki kepentingan atas pemberlakuan sanksi ekonomi yang kemudian berdampak pada HAM individu termasuk pada pelarangan bepergian. Sementara Saudi memiliki kepentingan atas langkah Kongres AS yang mengesahkan UU yang membolehkan warga AS menggugat Saudi atas tragedi 9/11.

“Sementara Maroko mengangkat isu utama PUIC, yakni soal kedaulatan Palestina. Isu-isu ini berkaitan dengan bagaimana kita sebagai negara nasional membentengi kedaulatan kita untuk tidak mudah tunduk pada asing. Di sisi lain, banyak dari kita memiliki tantangan kemanusiaan dalam beragam konflik yang terjadi seperti di Suriah, Palestina dan lain sebagainya,” papar Rofi.

Bagi Indonesia, usulan resolusi darurat yang harus didorong adalah isu Palestina, mengingat signifikansinya secara politik bagi dunia dan umat Islam. Isu Palestina perlu untuk diangkat terlebih dengan mencuatnya wacana menjadikan Jerusalem sebagai ibukota Israel.

“Ini jelas akan menimbulkan kemarahan global. Oleh karenanya kita perlu mendorong kedaulatan Palestina agar langkah menjadikan Jerusalem sebagai ibukota Israel tidak terwujud,” tegas Rofi.

Rofi menambahkan kesatuan suara bagi Islamic Group sangat penting untuk menunjukkan kebulatan tekad umat Islam dalam sebuah isu. Dirinya juga menandaskan pentingnya agar Islamic Group baik dalam IPU maupun di PUIC  memiliki sinergi mekanisme kerja dan konektivitas yang baik dengan organisasi kerja sama Islam (OKI).

“Yang jadi catatan saya selama ini, kerja-kerja PUIC berikut keputusannya tidak terhubung langsung dengan OKI. Perlu ada mekanisme konektivitas yg lebih baik, agar PUIC dan OKI dapat bersinergi,” pungkasnya.

Saat ini dalam sidang IPU yang berlangsung  di Geneva, per 23 Oktober 2016, ada tujuh usulan resolusi darurat yakni

  1. the negative effects of unilateral coercive economic measures on human rights and the contradiction between two;
  2. Helping to consolidate international peace and security through the recognition of a viable, independent and sovereign Palestinian State with East Jerusalem as its Capital: the role of parliaments;
  3. Role of parliamentarians in protecting the principle of sovereignty and immunity of states from subordination of the national justice to any state, and the adoption of any unilateral legislations that subvert this principle which is considered a violation of the principles of international law and international treaties as well as the UN Charter;
  4. Respecting the separation of power as an essential element of democratic systems and as a guarantee of the proper functioning of parliaments as unique institutions within democracies, guaranteeing the safety of migrants on their way to countries of destination;
  5. The severe humanitarian crisis in Aleppo (Syria);6
  6. The responsibility to protect the civilian of population, guarantee their fundamental rights and safeguard the heritage of humanity;
  7. The war and humanitarian situation in Syria, particularly in Aleppo.⁠⁠⁠⁠

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button