PKS: Kontroversi Menteri BUMN Bebani Pemerintahan Jokowi
Jakarta – Belum hilang dalam ingatan publik bagaimana drama “Papa Minta Saham” yang melibatkan Ketua DPR saat itu Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan Riza Chalid seorang pengusaha Migas terpandang. Publik kembali dihebohkan dengan polemik rekaman percakapan antara Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Direktur PLN Sofyan Baasir.
Sekretaris Bidang Ekuinteklh DPP PKS Handi Risza menilai terlepas dari siapa yang membocorkan, pembicaraan tersebut sangat merugikan citra Pemerintahan terutama Presiden Jokowi.
“Komitmen Presiden yang ingin membangun Pemerintahan yang bersih dan berintegritas hanya sebatas citra belaka, sampai saat ini belum ada tindakan sanksi yang diberikan Presiden kepada pembantunya tersebut,” kata Handi di Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Kontroversi yang dibuat Menteri Rini, kata dia, bukan hanya baru sekali tapi sudah berulang kali. Mulai dari pembentukan holding BUMN tambang yang terkesan terburu-buru, memaksa BUMN Karya untuk membangun infrastruktur yang menimbulkan banyak kecelakaan infrastruktur, hingga perombakan Direksi Pertamina empat kali dalam dua tahun terakhir. Tentu, kebijakan- kebijakan tersebut akan memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan pelat merah di bawah Kementerian BUMN tersebut.
“Kinerja BUMN selama di bawah kepemimpinan Menteri Rini tidak terlalu istimewa bahkan boleh dikatakan miskin prestasi. Dari 118 BUMN saat ini, tidak semuanya memberikan kontribusi terhadap setoran dividen, bahkan terdapat sekitar 21 nama BUMN yang dipastikan tidak akan menyetor dividen kepada negara pada 2018. Sebab BUMN-BUMN tersebut masih merugi,” ungkap Handi.
Ia menjelaskan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, target dividen BUMN sekitar Rp 43,6 triliun atau mengalami sedikit peningkatan dibanding dividen tahun 2017. Sekitar Rp 23,1 triliun dividen berasal dari 26 BUMN Tbk, Rp 19,5 triliun dari BUMN non Tbk.
Selain itu, Rp 906 miliar dividen berasal dari BUMN di bawah Kementerian Keuangan, dan Rp 112 miliar berasal dari BUMN yang minoritas sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Kinerja BUMN dibawah Kementrian BUMN masih jauh dari yang diharapkan. Praktis dalam tiga tahun terakhir kinerja Kementrian BUMN dibawah Rini Soemarno tidak banyak mengalami perubahan.
Handi menyebut hubungan Kementrian BUMN dengan mitranya dari Komisi VI DPR juga tidak kunjung membaik. Pimpinan DPR bahkan sempat melarang Menteri Rini menghadiri rapat di DPR. Pelarangan ini berlaku sejak Pansus Angket Pelindo II menyerahkan hasil rekomendasinya ke Paripurna DPR pada 23 Desember 2015.
Salah satu poin pansus itu adalah meminta Presiden Joko Widodo memberhentikan Rini dari jabatan Menteri BUMN. Tapi sampai hari Rini masih tetap dipertahankan.
Handi mempertanyakan mengapa Presiden Jokowi sampai hari ini masih mempertahankan Rini sebagai Menteri BUMN. Komitmen Jokowi yang ingin membangun Pemerintahan yang bersih, berintegritas, komitmen terhadap kepentingan bangsa dan negara seolah tidak tampak dari kinerja Menteri BUMN.
“Tentu publik semakin penasaran kenapa Presiden masih mempertahankan Menteri BUMN ditengah desakan publik untuk segera diganti. Tentu kita tidak boleh menduga-duga, apalagi menjelang Pemilu 2019,” pungkasnya.